Minggu, 28 November 2010

hak dan kewajiban pengusaha

Jika di postingansebelumnya kita membahas tentang hak dan kewajiban buruh, maka di postingan kali ini akan di bahas hak dan kewajiban pengusaha berdasarkan UU No 13, tahun 2003 :


1) Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan : Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha danpekerja/buruh.

Bahwa pengertian istilah "Hubungan kerja" merunjuk pada hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Terkait dengan 3 unsur dalam hubungan kerja diatas (pekerjaan, upah dan perintah), tentunya sebagai pemberi kerja/ pengusaha, Anda dapat memberikan perintah kerja kepada karyawan/ pekerja Anda. Dalam konteks dunia kerja, perintah sudah menjadi bagian keseharian dalam proses kerja sekaligus menjadi jaminan keberlangsungan usaha perusahaan. Dalam budaya kerja, perintah dapat dimanifestasikan dalam bentuk instruksi, petunjuk, dan pedoman.

Berdasarkan konteks di atas, jelas dan tegas, perintah kerja merupakan unsur utama dalam hubungan kerja. Tanpa adanya perintah kerja, tentunya tidak ada pekerjaan dan tidak ada upah yang harus dibayarkan. Terhadap pembangkangan perintah kerja, Hukum ketenagakerjaan melindungi kepentingan pengusaha. Hal ini dapat dilihat dalam pasal-pasal Hukum Ketenagakerjaan sebagai berikut :

Pasal 95 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 : Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.

Artinya, bilamana atas pembangkangan tersebut tenyata Perusahaan dirugikan maka Pengusaha dapat menerapkan denda pengganti kepada si pekerja yang bersangkutan.

Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 :

(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasanpekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milikperusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/ataumengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja ataupengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidanapenjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut :

a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang diperusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).

(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinyatidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

2) Pasal 18 KEPMENAKER NO. 150/MEN/2000 tentang PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN menyatakan :

(1). Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

a. penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha;
b. atau memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan Negara; atau
c. mabok, minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d. melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempal kerja; atau
e. menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun diluar lingkungan perusahaan; atau
f. menganiaya, mengancam secara physik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau
g. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara; dan
i. hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.

(2). Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.

(3). Terhadap kesalahan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakan skorsing sebelum izin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.

(4). Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian

(5). Pekerja yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian.

(6). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan Kerja karena alasan pekerja melakukan kesalahan berat tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan ijin pemutusanhubungan kerja, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat upah pekerja selama proses dibayar 100% (seratus perseratus).

Berdasarkan ketentuan di atas, terkait dengan kerugian perusahaan akibat pembangkangan pekerja terhadap perintah kerja, tentunya hal tersebut dapat dikategorikan pelanggaran ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf (b) yang artinya berdasakan Pasal 18 ayat (4), Anda sebagai Pengusaha dapat mem- PHK-kan si pekerja tanpa pesangon.

3) Sesungguhnya setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, mewajibkan bagi si pelanggarnya untuk memberikan ganti rugi. Pemberian ganti kerugian ini tidak terbatas pada tanggungjawab atas perbuatannya sendiri tetapi juga mencakup pada kesalahan orang lain yang berada dibawah pengawasannya. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1367 KUHPerdata yang menyatakan, "Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya".

Dalam hal pekerja, ternyata atas pekerjaannya telah mengakibatkan kerugian bagi orang lain, tidak tertutup kemungkinan, Anda sebagai pengusaha yang menanggung dan yang secara hukum mengawasi pekerjaan dari si pekerja, harus menanggung kerugian atas kelalaian/ kesalahan si pekerja tersebut. Namun demikian, tanggung jawab si Pengusaha atas kesalahan/ kelalaian pekerja ada batasannya secara hukum yakni bilamana sebagai pengusaha dapat membuktikan bahwasanya tidak dapat mencegah perbuatan itu. Hal ini sebagaimana dimaksud dan di atur alinea terakhir Pasal 1367 KUHPerdata :

"Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masingmasing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab."

Hukum Perburuhan

Hukum, Buruh , dan Pengusaha

Melihat Subtitle seperti itu, mungkin pikiran kita akan langsung tertuju mengenai 3 subjek yang sebenarnya bisa hidup berdampingan tanpa adanya masalah-masalah, ya..., itulah Hukum, buruh, dan Pengusaha.

Bicara soal hukum, tentunya kita akan berbicara tentang manusia dan sejumlah aturan-aturan yang ada, baik itu yang tertulis maupun tidak, hukum bersifat memaksa, artinya setiap orang wajin tunduk kepada hukum, hukum juga berlaku Universal, artinya berlaku kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja, termasuk buruh.

Mungkin kata buruh tak asing di dengar oleh kita, Buruh memang orang - orang di belakang layar yang bekerja sangat keras demi berjalannya suatu industri, namun dirasakan perlindungan kepada mereka dalam bidang hukum masih amatlah kurang, bahkan terkesan di abaikan oleh para penguasaha ataupun pemilik industri.

Seharusnya terjadi interaksi yang baik antar hukum, buruh, dan pengusaha, masalah diaantara mereka sebenarnya (menurut saya) kasadran untuk menjalankan hak dan kewajiban masing-masing saja.

Berikut akan di bahas menyoal buruh , pengusaha, serta hak dan kewajibannya yang diatur oleh hukum.

Hukum PerBuruhan Di Indonesia

Sebenarnya perburuhan di Indonesia sudah memiliki landasan hukum, yaitu UU 13 tahun 2003, namun UU ini masih menjadi polemik diantara para pekerja itu sendiri.

UU tersebut bisa di lihat di :
http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf

Setelah melihat UU tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan :
  1. Dasar dibuatnya suatu perjanjian kerja
    a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
    b. Adanya kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
    c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
    d.
    Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

  2. Untuk perjanjian kerja tertulis sekurang - kurangnya memuat :

    a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
    b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
    c. jabatan atau jenis pekerjaan
    d. tempat pekerjaan
    e. besarnya upah dan cara pembayarannya
    f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
    g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
    h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
    i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

    Sesuai dengan isi/muatan dalam perjanjian kerja diatas maka dapat kita kelompokkan menjadi:

    1. Identitas Para Pihak
    2.
    Informasi Pekerjaan
    3. Hak dan Kewajiban para pihak serta Syarat – syarat kerja
    4.
    Keabsahan Perjanjian kerja

  3. Hak dan kewajiban para pihak
    1. Hak Pekerja/Karyawan
    Setiap pekerja mempunyai hak dari pemerintah dan pemberi kerja diantaranya berupa perlakuan dan kesempatan, perlindungan, pengupahan dan keselamatan kerja, hal ini bertujuan agar tercipta hubungan kerja yang baik sehingga tercapai tujuan masing – masing dan akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat.

    a. Perlakuan dan Kesempatan

    • Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

    • Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Setelah menyelesaikan pelatihan kerja maka pekerja/karyawan memperoleh sertifikasi dari badan nasional sertifikasi profesi yang independen
    • Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai de ngan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. yang dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.
    b. Perlindungan
    Setiap pekerja atau calon tenaga kerja dilindungi oleh pemerintah. Perlindungan tersebut dilakukan untuk menjaga pelaksanaan hak pekerja/buruh terhadap penyandang cacat, anak – anak, perempuan, waktu kerja dan kesehatan dan keselamatan kerja.


    Masalah mempekerjakan anak mempunyai aturan ketat tersendiri yaitu pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Anak yang berumur dibawah 13 (tiga belas) tahun sedangkan diatasnya dapat dipekerjakan tetapi untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Seorang anak dilarang keras dipekerjakan sebagai budak, produksi narkoba dan miras, serta pekerjaan yang dapat membahayakan nyawa anak. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan:


    a. Izin tertulis dari orang tua atau wali
    b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali
    c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam
    d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah
    e. Keselamatan dan kesehatan kerja
    f. Adanya hubungan kerja yang jelas
    g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

    Untuk perempuan pemerintah memberikan perlindungan demi menghormati hak – hak perempuan sebagai seorang perempuan adapun perlindungan yang diberikan yaitu :

    1. perempuan hamil mempunyai hak untuk tidak bekerja yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya jika bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

    2. Pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 mempunyai hak untuk mendapat makanan dan minuman bergizi; dan perlindungan kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

    3. Pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 berhak mendapat angkutan antar jemput.

    Setiap perusahaan tertentu mempunyai waktu kerja tertentu sesuai dengan perjanjian masing – masing para pihak, untuk melindungi pekerja/karyawan pemerintah memberikan standard tersendiri meliputi:

    a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

    b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Untuk sektor tertentuKetentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau peker-jaan tertentu.

    c. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

    Pengusaha juga dapat mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja diatas tetapi harus memenuhi syarat ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan, bekerja melebihi waktu kerja biasa disebut waktu kerja lembur dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu dan berhak membayar upah kerja lembur. Untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu ketentuan waktu kerja lembur tidak berlaku.

    Dalam setiap aturan waktu kerja pekerja/buruh berhak mendapat waktu istirahat dan cuti, meliputi:

    a. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

    b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

    c. Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

    d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Hak ini hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

    c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    Keselamatan kerja dan kesehatan kerja merupakan hal yang serius untuk diperhatikan, selama ini banyak cara yang dilakukan dalam memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Standar keselamatan dan kesehatan kerja telah dimiliki masing - masing perusahaan berdasarkan jenis usaha dan pekerjaan yang dijalani dan Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

    d. Pengupahan

    Mengenai besar kecilnya upah ditentukan kemampuan dan tanggung jawab yang di emban oleh tanaga kerja selain itu golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi dapat mempengaruhi.

    Untuk menjaga agar perusahaan tidak semena – mena terhadap karyawan maka pemerintah mempunyai standar upah minimum yang dibagi berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang diatur sesuai dengan kebutuhan hidup standar oleh karena itu setiap daerah kabupaten pasti menerapkan jumlah upah yang berbeda dan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

    Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi :

    a. upah minimum;

    b. upah kerja lembur;

    c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

    d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

    e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

    f. bentuk dan cara pembayaran upah;

    g. denda dan potongan upah;

    h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

    i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

    j. upah untuk pembayaran pesangon; dan

    k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

    Bagi pengusaha terdapat hak untuk melakukan melakukan peninjauan upah secara berkala dengan mem-perhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Pengusaha juga berhak untuk tidak membayar upah pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

    Untuk waktu kerja tertentu jika ada pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Hal ini dilakukan untuk memberikan jaminan pelaksanaan pekerjaan waktu tertentu.

    Ada beberapa keadaan dimana pekerja/karyawan tidak bekerja tetapi gajinya harus dipenuhi, adapun keadaan itu diantaranya :

    a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

    b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

    c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,

    d. mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, uami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

    e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

    f. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya;

    g. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

    h. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

    i. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuanpengusaha; dan

    j. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

    Dalam memberikan upah untuk keadaan tertentu tentunya mempunyai batas waktu, pemerintah menetapkannya berupa untuk yang sakit untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Sedangkan untuk keadaan pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari, menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari, mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

    Jika pengusaha sengaja atau lalai membayaran upah maka dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pem-bayarannya atau upah buruh harus diutamakan dari segala kewajiban lainnya. Untuk tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja akan menjadi kadaluwarsa atau tidak dapat dituntut lagi setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.

  5. Kesejahteraan

Seorang buruh/karyawan/pekerja mempunyai hak untuk dijamin kesejahteraannya oleh pengusaha, selama ini jaminan yang diberikan dikenal dengan jaminan sosial tenaga kerja. Pemberian jaminan kesejahteraan dilaksanakan oleh perusahaan, pemberian jaminan sosial oleh pengusaha tidak dijamin oleh pemerintah karena jaminan sosial diberikan berdasarkan kemampuan suatu perusahaan, pemerintah hanya membuat standar pemberian jaminan sosial.

Dalam suatu perusahaan untuk memenuhi kesejahteraan karyawan maka perusahaan dapat membentuk koperasi buruh/karyawan. Koperasi ini merupakan suatu kegiatan yang positif dimana lewat koperasi karyawan/buruh dapat meningkatkan kebersamaan dan dapat juga menambah tanggung jawab taerhadap jalannya roda perusahaan.

  1. Uang Pesangon, Penghargaan Kerja dan Uang Penggantian Hak

Uang pesangon timbul dari adanya pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja adalah momok yang ditakuti oleh tiap buruh/kerja, pemutusan hubungan kerja sebenarnya tidak sewenang – wenang di lakukan oleh perusahaan, ada beberapa keadaan perusahaan tidak diperbolehkan melakukan pemutusan hubungan kerja, yaitu :

a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,

b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Pekerja/buruh menikah;

e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;

g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Alasan yang diperbolehkan untuk pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh adalah jika pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidanapenjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Untuk pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :

a. upah pokok,

b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Jika penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari. Sedang untuk upah yang dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota. Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Untuk pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya, pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali, pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangundangan dan pekerja/buruh meninggal dunia tidak memerlukan proses yang lebih sulit dari pemutusan hubungan kerja karena pailit atau karena keadaan dimana pekerja dipecat.

Untuk menghitung uang pesangon dapat dilakukan sebagai berikut :

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Sedangkan untuk Perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan yaitu :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Untuk uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi :

  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur,
  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja,
  3. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
  4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Jika pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin ter-hitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib dengan ketentuan sebagai berikut :

a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;

b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;

c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;

d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana. Tetapi apabila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. Jika dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja berhak mendapat uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali dan uang penggantian hak.

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Untuk pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak adapun syarat mengundurkan diri adalah :

  1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
  2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
  3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali, uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali dan uang penggantian hak. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali, dan uang penggantian hak.

2. Kewjiban Pekerja /karyawan
Jika memperhatikan UU Tenaga Kerja sangat sedikit ditemukan hal mengatur tentang kewajiban para pekerja/karyawan tetapi sebaliknya lebih banyak mengatur kewajiban pengusaha, seharusnya sebagai sebuah undang harus dapat menampung segala kepentingan baik pihak pengusaha, pekerja dan pihak lain, hanya ada satu kewajiban buruh yang dapat ditemukan yaitu pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada da-lam perjanjian kerja bersama. Sepantasnya Undang – undang Tenaga Kerja diganti nama menjadi Undang - undang Kewajiban Pengusaha atau Undang – undang Hak Pekerja. Kewajiban pekerja untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian kerja tidak diatur, mungkin UU ini menganggap pekerja/buruh ini adalah anak kecil yang perlu dilindungi, akhirnya pekerja/buruh banyak yang manja dan sedikit – sedikit demo/unjuk rasa.

Hukum Perikatan Dlam Jasa Konstruksi

Dunia Konstruksi sangat rentan kaitannya dengan pelanggaran-pelanggaran hukum, seperti penggelapan dana, hasil kerja yang buruk, penggelapan material, dll.
Oleh karena itu, perlu di adanya sebuah perikatan hukum antara owner dan pelaksana bidang konstruksi itu sendiri, berikut akan di bahas isi kontrak tentang perikatan jasa konstruksi dan hukum, antara owner dan peklaksana konstruksi.

Contoh Surat Prjanjian (nama Pemilik Di kosongkan)


Pembahasan dan Contoh Pelanngaran :

Pasal 2.

Pembahasan :
Tertulis bahwa pelaksana ( CV. Maju Jaya) telah menyanggupi untuk melaksanakan proses konstruksi (Rumah Tinggal) dengan ketentuan penyerahan gambar kerja, serta melaksanaknnya dengan spesifikasi bahan dan waktu yang telah ditentukan.

Contoh Pelanggaran :
CV. Maju Jaya tidak menyerahkan gambar kerja kepada owner, atau tidak melaksanakan pekerjaan pembangunan sesuai dengan waktu dan spesifikasi bahan yang telah disepakayi.

Pasal 3 s/d Pasal 5
Pembahasan :
1.Membahas tentang mekanisme pembayaran, antara pihak owner dan CV. Maju Jaya.
2.Owner berhak mrubah rancangan dengan ketentuan yang telah di sepakati.

Contoh Pelanggaran :
Owner tidak memberikan bayaran kepada CV. Maju Jaya sesuai waktu yang ditentukan.

Pasal 6
Pembahasan :
Membahas tentang ketepatan waktu pengerjaan.

Contoh Pelanggaran :
CV. Maju Jaya tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu, maka CV. Maju jaya wajib membayar ganti rugi sebesar Ro.10.000,00 / hari, sesuai kesepakatan.

Pasal 7
Pembahasan :
Membahas tenrang perubahan pada saat pengerjaan dari gambar rencana yang telah dibuat.

Contoh Pelanggaran :
Prubahan besaran kolom pada saat pembangunan, maka biaya pembongkaran di tanggung oleh owner dan pelaksana, sebesar Ro.100.000,00/ m

Pasal 8
Pembahasan :
Pemeliharaan bangunan pasca bangun selama kurang lebih 3 bulan.

Contoh Pelanggaran :
Bila terjadikerusakan, maka owner tidak berhak menuntut ganti rugi pada CV.Maju Jaya, biaya perbaikan semuanya di tanggung pleh ownwer sebesar Ro.100.000,00/m.

Jumat, 29 Oktober 2010

Aplikasi UU No 4 Tahun 1992

Isi pokok dan Penerapan UU No 4 Tahun 1992

yaitu membahas tentang hak dan kewajiban antara pemilik rumah dan developer/ pengembangnya.

Sebelumnya harus di mengerti terlebih dahulu definisi dan perbedaan anatar rumah, perumahan , dan pemukiman.

  1. rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
  2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
  3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan

Adapun hak dan kewajiban sebagai warga Negara pemilik rumah, seperti yang tertuang dalam UU :

  1. Setiap warga Negara mempunyai hak untuk menempati dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
  2. Setiap warga Negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumhan dan pemukiman.

Sedangkan hak dan kewajiban pengembang seperti yang tertuang dalam UU adalah :

  1. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang
  2. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah
  3. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
  4. membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah
  5. melakukan penghijauan lingkungan
  6. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan
  7. membangun rumah.

Contoh Penerapan UU ini :

Seseorang membeli rumah di sebuah kompleks perumahan, selang beberapa waktu yang terjadi adalah developer perumahan tersebut tidak memberikan fasilitas yang memadai dalam hal Fasilitas Umum, maka sebagai pemilik rumah berhak menuntut pengembang untuk memberikan fasilitas layanan yang layak, dengan pengajuan UU ini sebagai landasan hukum