Jumat, 29 Oktober 2010

Aplikasi UU No 4 Tahun 1992

Isi pokok dan Penerapan UU No 4 Tahun 1992

yaitu membahas tentang hak dan kewajiban antara pemilik rumah dan developer/ pengembangnya.

Sebelumnya harus di mengerti terlebih dahulu definisi dan perbedaan anatar rumah, perumahan , dan pemukiman.

  1. rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
  2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
  3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan

Adapun hak dan kewajiban sebagai warga Negara pemilik rumah, seperti yang tertuang dalam UU :

  1. Setiap warga Negara mempunyai hak untuk menempati dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
  2. Setiap warga Negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumhan dan pemukiman.

Sedangkan hak dan kewajiban pengembang seperti yang tertuang dalam UU adalah :

  1. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang
  2. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah
  3. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
  4. membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah
  5. melakukan penghijauan lingkungan
  6. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan
  7. membangun rumah.

Contoh Penerapan UU ini :

Seseorang membeli rumah di sebuah kompleks perumahan, selang beberapa waktu yang terjadi adalah developer perumahan tersebut tidak memberikan fasilitas yang memadai dalam hal Fasilitas Umum, maka sebagai pemilik rumah berhak menuntut pengembang untuk memberikan fasilitas layanan yang layak, dengan pengajuan UU ini sebagai landasan hukum

Aplikasi UU No 26 tahun 2007

ALIH FUNGSI LAHAN TERBUKA HIJAU

Belakangan ini kita sering melihat banyak lahan terbuka hijau yang dibangun menjadi sebuah perumahan atau area usaha. Lahan yang tentunya telah dimiliki pengembang tersebut sudah siap dikonversi jadi perumahan, baik perumahan kelas menengah atau perumahan mewah

Seperti di bali, Alih fungsi lahan pertanian di Bali selama sepuluh tahun terakhir menyusut rata-rata 1.000 setiap tahunnya.
Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan dan mengancam sektor pertanian dan perkebunan yang selama ini menjadi tumpuan harapan sebagian masyarakat setempat
kondisi alih fungsi lahan untuk lokasi permukiman penduduk maupun pembangunan sektor lainnya perlu mendapat perhatian semua pihak agar alih fungsi lahan tersebut dapat ditekan sekecil mungkin.
Alih fungsi lahan yang mencapai 1.000 hektar setiap tahunnya itu, sekitar 800 hektar terjadi pada lahan sawah dan 200 hektar pada lahan perkebunan.

Dari lahan yang berailih fungsi tersebut juga termasuk jalur hijau yang sebenarnya tidak diizinkan untuk lokasi pembangunan fisik, alih fungsi lahan yang tidak terkendali itu sangat membahayakan terhadap kelestarian lingkungan karena tidak ada lagi resapan air hujan.
Dengan demikian, lahan hijau dan persawahan sebagai resapan air sangat terbatas sehingga dikhawatirkan menimbulkan banjir pada musim hujan.

Disinilah peran UU ini bekerja, yaitu mengatur dengan tegas tentang penetapan fungsi lahan. Agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran alih fungsi lahan yang bisa mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan.

ISI UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Isi UU No. 26 tahun 2007 adalah tentang Penataan Ruang , yaitu terwujudnya ruang nusantara yang mewadahi aspek-aspek penting kehidupan masyarakat

· masyarakat merasa aman dan terlindungi dalam menjalankan rutinitasnya

· Masyarakat mempunyai kesempatan dalam mengapresiasi kebudayaan di sekitarnya, tanpa terganjal hal apapun.

· Masyarakat aktif menghasilkan nilai hal-hal yang menambah daya saingnya dalam lingkungan

· Kulitas lingkungan yang ditinggali masyarakat tidak hanya baik untuk saat ini, tetapi juga untuk masa yang mendatang.

Visi diatas dapat terwujud jika setiap wilayah memperhatikan aspek-aspek sumber daya lingkungan hidup. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:

  • keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
  • keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
  • perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) mempertegas bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan.

Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:

(1) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;

(2) konservasi sumber daya alam; dan

(3) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang terdiri dari:

(1) ketentuan tentang ’amplop’ ruang (koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar ruang hijau,garis sempadan);

(2) penyediaan sarana dan prasarana;

(3) ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi

Di UU ini juga di jelaskan secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:

Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :

  1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
  2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
  3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
  4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.

Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :

  1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
  2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
  3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
  4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Minggu, 24 Oktober 2010

Undang-Undang(4)

Undang Undang No. 16 Tahun 1985
Tentang : Rumah Susun
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985)
Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)
Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf
hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan
kebutuhan pokok akan perumahan sebagaimana diamanatkan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara, diperlukan peningkatan usaha-usaha
penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat
dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang
mempunyai penghasilan rendah;
b. bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah
bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas
lingkungan pemukiman terutama di daerah-daerah yang berpenduduk
padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu
untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai,
yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuansatuan
yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk
dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam
masyarakat;
c. bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, diperlukan adanya
pengaturan dalam bentuk Undang-undang;
Mangingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok
Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang
Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40)
menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611).
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SUSUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. "Rumah Susun" adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal
dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang
dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanahbersama.
2. "Satuan rumah susun" adalah rumah susun yang tujuan peruntukan
utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang
mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
3. "Lingkungan" adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas
yang di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan
fasifitasnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat
pemukiman.
4. "Bagian-bersama" adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara
tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi
dengan satuan-satuan rumah susun.
5. "Benda-bersama" adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah
susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama.
6. "Tanah-bersama" adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar
hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah
susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.
7. "Hipotik" adalah hak tanggungan yang pengertiannya sesuai dengan
Pasal 1162 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia yang
selama pengaturannya belum dilengkapi dengan Undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960, menggunakan ketentuan-ketentuan tentang hipotik
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang
belum ada pengaturannya dalam Undang-undang ini.
8. "Fidusia" adalah hak jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda
berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi
pelunasan piutang kreditur.
9. "Pemilik" adalah perseorangan atau, badan hukum yang memiliki
satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak
atas tanah.
10. "Penghuni" adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam
satuan rumah susun.
11. "Perhimpunan penghuni" adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri
dari para penghuni.
12. "Badan pengelola" adalah badan yang bertugas untuk mengelola
rumah susun.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umur
keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam
perikehidupan.
Pasal 3
Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :
(1) a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat,
terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
yang menjami kepastian hukum dalam pemanfaatannya;
b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah
pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam
dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi,
dan seimbang
(2) Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi
kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat
(1 huruf a).
BAB III
PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN
Pasal 4
(1) Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun.
(2) Pemerintah dapat menyerahkan kepada Pemerintah Daerah untuk
melaksanakan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN
Pasal 5
(1) Rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan
kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah.
(2) Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta
yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat.
Pasal 6
(1) Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan
administratif.
(2) Ketentuan-ketentuan pokok tentang persyaratan teknis dan
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna
bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di
atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib
menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.
(3) Penyelenggaraan pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas
satuan dan bagian-bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang
disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :
a. batas satuan yang dapat dipergunakan-secara terpisah untuk
perseorangan;
b. batas dan uraian atas bagian-bersama dan benda-bersama yang
menjadi haknya masing-masing satuan;
c. batas dan uraian tanah-bersama dan besarnya bagian yang
menjadi haknya masing-masing satuan.
BAB V
PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN
Pasal 8
(1) Satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum
yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
(2) Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah.
(3) Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) meliputi juga hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan
tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
(4) Hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan hak atas tanah
bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas luas
atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan
tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.
Pasal 9
(1) Sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan sertifikat hak milik atas satuan
rumah susun.
(2) Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960;
b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang
menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama,
benda-bersama dan tanah-bersama yang bersangkutan;
kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pasal 10
(1) Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan
cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
(2) Pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan pada Kantor
Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan menurut
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undangundang
Nomor 5 Tahun 1960.
Pasal 11
(1) Pemerintah memberikan kemudahan bagi golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah untuk memperoleh dan memiliki satuan rumah
susun.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBEBANAN DENGAN HIPOTIK DAN FIDUSIA
Pasal 12
(1) Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda
lainnya yang merupakan atau kesatuan dengan tanah tersebut dapat
dijadikan jaminan hutang dengan :
a. dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna
bangunan;
b. dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah
Negara.
(2) Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun
sebagai jaminan pelunasan kredit yang dimaksudkan untuk membiayai
pelaksanaan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di
atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan
rumah susun tersebut.
Pasal 13
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 12, hak milik atas satuan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat dijadikan
jaminan hutang dengan :
a. dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna
bangunan;
b. dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.
Pasal 14
(1) Pemberian hipotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal
13 dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib
didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten dan Kotamadya untuk
dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan.
(2) Dalam akta pemberian hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dimuat janji-janji yang berlaku juga bagi pihak ketiga.
(3) Sebagai tanda bukti adanya hipotik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dan Pasal 13, diterbitkan sertifikat hipotik yang terdiri dari
salinan buku tanah hipotik dan salinan akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Tanggal buku tanah hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
adalah tanggal yang ditetapkan tujuh hari setelah penerimaan secara
lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya oleh Kantor
Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan atau jika hari
ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku tanah yang bersangkutan
diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Sertifikat hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mempunyai
kekuatan eksekutorial dan dapat dilaksanakan sebagai putusan
pengadilan.
(6) Bentuk dan isi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, bentuk dan isi buku
tanah hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta hal-hal lain
mengenai pendaftaran hipotik dan pemberian sertifikat sebagai tanda
bukti, ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undangundang
Nomor 5 Tahun 1960.
Pasal 15
(1) Pemberian fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13
dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib
didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya untuk
dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang bersangkutan.
(2) Bentuk dan isi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hal-hal lain
mengenai pencatatan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960.
Pasal 16
(1) Dalam pemberian hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dan Pasal 13 dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang
yang dijamin dengan hipotik atau fidusia itu dapat dilakukan dengan
cara angsuran sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun,
yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang terjual.
(2) Dalam hal dilakukan pelunasan dengan cara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka satuan rumah susun yang harganya telah
dilunasi tersebut bebas dari hipotik atau fidusia yang semula
membebaninya.
Pasal 17
(1) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hipotik atau fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, eksekusi hipotik
atau fidusia yang bersangkutan dapat dilaksanakan di bawah tangan
jika dengan cara demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), baru
dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan
secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan, dan/atau media massa cetak setempat, tanpa ada
pihak yang menyatakan keberatan.
BAB VII
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN
Pasal 18
(1) Satuan rumah susun yang telah dibangun baru dapat dijual untuk
dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah
Daerah yang bersangkutan.
(2) Ketentuan mengenai izin kelayakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni.
(2) Perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi
kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berkewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan
penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya.
(4) Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan
pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang
meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian-bersama, bendabersama,
tanah-bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya.
(5) Ketentuan tentang perhimpunan penghuni dan badan pengelola
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENGAWASAN
Pasal 20
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan Undang-undang ini
dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 6,
Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) diancam dengan pidana
penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggitingginya
Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
kejahatan.
(3) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan pelanggaran atas
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 17 ayat (2),
dan Pasal 18 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan selamalamanya
1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,-
(satu juta rupiah).
(4) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah
pelanggaran.
Pasal 22
Selain pidana yang dijatuhkan karena kelalaian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3), maka terhadap kelalaian tersebut dibebankan
kewajiban untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (1).
Pasal 23
Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undang-undang ini dapat
memuat ancaman pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
BAB X
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 24
(1) Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini berlaku dengan
penyesuaian menurut kepentingannya terhadap rumah susun yang
dipergunakan untuk keperluan lain.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan rumah susun yang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini tetap berlaku selama belum
ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1985
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1985
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1985
TENTANG RUMAH SUSUN
I. UMUM
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan
merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa
Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya
kebutuhan akan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap
warga negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur
yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut
aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan
pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan
Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan
merupakan masalah nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh
wilayah tanah air, terutama di daerah pekotaan yang berkembang pesat.
Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan yang
terus meningkat perlu ditangani secara mendasar, menyeluruh, terarah, dan
terpadu, oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan
keikutsertaan secara aktif usaha swasta dan swadaya masyarakat.
Pembangunan perumahan yang telah dirintis sejak Pelita I perlu ditingkatkan
dan dikembangkan, khususnya perumahan dengan harga yang dapat
dijangkau oleh daya beli golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan
umum pembangunan perumahan diarahkan untuk :
a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan
yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan
masyarakat yang berkepribadian Indonesia.
b. mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai
dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang
berdaya guna dan berhasil guna.
Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah
pekotaan yang berpenduduk padat sedangkan tanah yang tersedia sangat
terbatas, perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman
dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan
lingkungannya. Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan
arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masing-masing jelas
batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara
terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagianbersama
dari bangunan tersebut serta benda-bersama dan tanah-bersama
yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya
harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara
perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan
kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang,
dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat
Indonesia.
Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas
satuan rumah susun, yang meliputi:
a. hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun
yang digunakan secara terpisah;
b. hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun;
c. hak bersama atas benda-benda;
d. hak bersama atas tanah.
yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional
tidak terpisahkan.
Pengaturan dan pembinaan rumah susun merupakan tanggung jawab
dan wewenang Pemerintah. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang
setinggi-tingginya, sebagian urusan tersebut dapat diserahkan kepada
Pemerintah Daerah sesuai dengan asas pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.
Untuk menggalakkan usaha pembangunan rumah susun dan
memudahkan pihak-pihak yang ingin memiliki satuan rumah susun; Undangundang
ini mengatur kemungkinan untuk memperoleh kredit konstruksi dan
kredit pemilikan rumah dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia.
Khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah
yang ingin memiliki satuan rumah susun, mendapatkan prioritas dan
kemudahan-kemudahan baik langsung maupun tidak langsung agar
harganya dapat terjangkau.
Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan
teknis dan administratif yang lebih berat. Untuk menjamin keselamatan
bangunan, keamanan, dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan
keserasian dengan lingkungan sekitarnya, maka satuan rumah susun baru
dapat dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah
Daerah yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau
melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama, bendabersama,
dan tanah-bersama, karena kesemuanya merupakan kebutuhan
fungsional yang saling melengkapi.
Satuan rumah susun yang merupakan milik perseorangan dikelola
sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus
digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan
kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaannya harus diatur dan
dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi wewenang dan
tanggung jawab. Oleh karena itu penghuni rumah susun wajib membentuk
perhimpunan penghuni, yang mempunyai tugas dan wewenang mengelola
dan memelihara rumah susun beserta lingkungannya, dan menetapkan
peraturan-peraturan mengenai tata tertib penghunian. Perhimpunan
penghuni oleh Undang- undang ini diberi kedudukan sebagai badan hukum
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga dapat
bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik, dan dengan wewenang
yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam
lingkungan rumah susun. Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau
menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan
pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagianbersama,
benda-bersama, tanah-bersama, dan pemeliharaan serta
perbaikannya. Dana yang dipergunakan untuk membiayai pengelolaan dan
pemeliharaan rumah susun, diperoleh dari pemungutan iuran dari para
penghuninya.
Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian,
khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun
demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman
yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung
ber tingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna
bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu
dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang
fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk
tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya, ketentuanketentuan
dalam Undang-undang ini diberlakukan dengan penyesuaian
menurut kepentingannya.
Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok-pokok saja,
sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan yang lain.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Rumah susun yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini, adalah
istilah yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung
bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan
perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian
atau bukan hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai
satu kesatuan sistem pembangunan.
Angka 2
Setiap satuan rumah susun harus mempunyai sarana penghubung ke
jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui satuan rumah
susun milik orang lain.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Sebagai contoh, bagian-bersama adalah antara lain : pondasi, kolom,
balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran- saluran,
pipa-pipa, jaringan-jaringan listrik, gas, dan telekomunikasi serta ruang
untuk umum.
Angka 5
Sebagai contoh, benda bersama adalah antara lain : tanaman,
bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat
bermain, tempat parkir, yang sifatnya terpisah dari struktur bangunan rumah
susun.
Angka 6
Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa : "Semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial".
Angka 7
Menurut Pasal 1162 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia
pengertian hipotik adalah "suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak
bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan".
Angka 8
Fidusia pada hakekatnya adalah penyerahan hak milik atas suatu
benda kepada kreditur dengan perjanjian bahwa penyerahan tersebut "hanya
untuk menjamin atas pembayaran kembali uang pinjaman". Debitur dan
kreditur saling percaya, bahwa penyerahan benda tersebut hanya untuk
jaminan.
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Pasal 2
Asas kesejahteraaan umum dipergunakan sebagai landasan
pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan
kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan
merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui
pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi
setiap warga negara Indonesia dan keluarganya.
Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar
pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap
warga negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang
layak.
Asas keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan mewajibkan
adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan
dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangankesenjangan
sosial.
Pasal 3
Ayat (1)
a. Yang dimaksudkan dengan perumahan yang layak adalah
perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknik, kesehatan,
keamanan, keselamatan, dan norma-norma sosial budaya.
b. Peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di daerah
pekotaan harus sesuai dengan tata ruang kota dan tata daerah
serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan.
Ayat (2)
Pembangunan rumah susun untuk kepentingan bukan hunian,
harus mendukung berfungsinya pemukiman, dan dapat
memberikan kemudahan-kemudahan bagi kehidupan
masyarakat.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan pengaturan dan pembinaan rumah susun
adalah upaya Pemerintah Pusat yang dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan dalam arti yang seluas-luasnya terhadap
pembangunan rumah susun dan pengembangannya.
Kewenangan tersebut ada pada Pemerintah Pusat agar terdapat
keseragaman dalam pengaturan dan pembinaannya.
Ayat (2)
Sebagian urusan pengaturan dan pembinaan yang diserahkan kepada
Pemerintah Daerah, adalah pengaturan rumah susun yang mempunyai
karakteristik lokal, berhubungan dengan tatakota dan tata daerah, misalnya
mengenai pemberian izin lokasi, izin mendirikan bangunan, izin kelayakan
untuk dihuni, dan juga melalui kegiatan konkrit berupa pembimbingan,
penyuluhan, dan pemberian kemudahan-kemudahan.
Penyerahan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan kepada
Pemerintah Daerah sesuai dengan asas desentralisasi sebagaimana dimaksud
data Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Pembangunan rumah susun disesuaikan dengan keperluan dan
kemampuan masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, baik
mengenai jumlah, kualitas bangunan, lingkungan maupun persyaratan dan
tata cara untuk memperolehnya. Pembangunan rumah susun diusahakan
untuk mewujudkan lingkungan pemukiman, sesuai dengan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Ayat (2)
Dalam rangka pemberian kesempatan berusaha, Pemerintah
memberikan kesempatan kepada Badan Usaha Milik Negara atau Daerah,
Koperasi dan Badan Usaha Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta
Swadaya Masyarakat untuk membangun rumah susun dengan berpedoman
pada asas pemerataan dan keterjangkauan.
Pemerintah juga dapat membangun rumah susun dalam rangka
penelitian, uji coba, perintisan atau untuk keperluan Pemerintah sendiri.
Pasal 6
Ayat (1)
Persyaratan teknis dan administratif yang dimaksudkan adalah
persyaratan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.
Persyaratan teknis yang dimaksudkan antara lain mengenai
struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk
kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.
Persyaratan administratif yang dimaksudkan antara lain
mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan,
izin lokasi dan/atau peruntukannya, serta perizinan mendirikan
bangunan (IMB).
Ayat (2)
Bilamana diperlukan, ketentuan pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan hak milik, hak guna bangunan, dan hak
pakai adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
Hak pakai atas tanah Negara untuk pembangunan rumah susun akan
diberikan dengan jangka waktu yang cukup lama menurut
keperluannya.
Jangka waktu tersebut atas permintaan para pemilik satuan-satuan
rumah susun yang bersangkutan dapat diperpanjang.
Hak pengelolaan adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 yis Peraturan Menteri Agraria Nomor
9 Tahun 1965, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974,
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977.
Hak pengelolaan hanya dapat diberikan kepada badan-badan hukum
yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah.
Ayat (2)
Jika rumah susun yang bersangkutan dibangun di atas tanah hak
pengelolaan, maka penyelenggara pembangunan wajib menyelesaikan
secara tuntas hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar
tanah bersama yang merupakan bagian dari hak milik atas satuan
rumah susun yang bersangkutan memperoleh status hak guna
bangunan. Pemberian status hak guna bangunan tersebut harus sudah
selesai sebelum satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dijual.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi para pembeli satuansatuan
rumah susun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Pemilik satuan rumah susun harus memenuhi syarat sebagai
pemegang hak atas tanah bersama yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 36, dan Pasal 42 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960.
Dalam hal tanah-bersama berstatus hak milik, yang dapat memiliki
satuan rumah susun yang bersangkutan, terbatas pada perseorangan
warga negara Indonesia yang tidak memiliki kewarganegaraan ganda.
Khusus untuk badan-badan hukum yang dapat memiliki satuan rumah
susun di atas tanah hak milik bersama, adalah badan-badan hukum
yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963
diantaranya Bank-bank yang didirikan oleh Negara, Badan-badan
sosial dan keagamaan serta koperasi pertanian yang memenuhi
syarat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Dalam rangka menjamin kepastian hak bagi pemilikan satuan rumah
susun, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, diberikan alat
pembuktian yang kuat berupa "Sertifikat hak milik atas satuan rumah
susun".
Ayat (2)
Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak atas bagian-bersama,
benda-bersama, dan tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan,
yang menimbulkan hak, kewajiban, dan tanggungjawab bagi
pemiliknya.
Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tersebut terdiri atas :
a. salinan buku tanah dan surat ukur hak tanah-bersama
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961;
b. gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan
yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;
c. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagianbersama,
benda-bersama, dan tanah-bersama yang
bersangkutan.
Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan
dijilid dalam satu sampul dokumen, yang merupakan alat bukti hak
milik atas satuan rumah susun yang dimilikinya.
Penerbitannya dilakukan oleh Kantor Agraria Kabupaten atau
Kotamadya yang bersangkutan.
Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tersebut harus sudah ada
sebelum satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dapat dijual.
Dalam hal terjadi pewarisan atau pemindahan hak, sertifikat yang
bersangkutan diberikan kepada pemiliknya yang baru, setelah
dilakukan pendaftaran peralihan haknya di Kantor Agraria Kabupaten
atau Kotamadya.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksudkan "pewarisan" adalah peralihan hak yang terjadi
karena hukum dengan meninggalnya pewaris.
Adapun "pemindahan hak" adalah perbuatan hukum yang dilakukan
untuk mengalihkan hak kepada pihak lain, seperti antara lain jual beli,
tukar-menukar, dan hibah.
Ayat (2)
Sebagai bukti bahwa telah dilakukan pemindahan hak
diperlukan adanya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, sedang untuk
peralihan hak karena pewarisan tidak diperlukan akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah. Pendaftaran peralihan hak dalam hal pewarisan cukup
didasarkan pada surat keterangan kematian pewaris dan surat wasiat
atau surat keterangan waris yang bersangkutan, sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam hal terjadi lelang eksekusi maka tidak diperlukan akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah melainkan cukup dibuktikan dengan
salinan berita acara lelang yang dibuat oleh Kepala Kantor Lelang yang
melaksanakan pelelangannya.
Pasal 11
Ayat (1)
Pada dasarnya tanggung jawab pemenuhan kebutuhan perumahan
yang layak dalam lingkungan pemukiman yang sehat adalah di tangan
masyarakat sendiri.
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah yang tidak mampu membeli secara tunai, Pemerintah perlu
memberi kemudahan-kemudahan yang bersifat langsung dengan
memberikan kredit pemilikan jangka panjang dengan bunga rendah,
maupun dengan cara tidak langsung dalam bentuk subsidi silang,
keringanan di bidang perpajakan, pembangunan prasarana oleh
Pemerintah dan usaha-usaha lain yang dapat mengakibatkan harga
rumah menjadi lebih rendah.
Dalam hal rumah susun untuk hunian dibangun di atas tanah yang
sebelumnya merupakan daerah pemukiman yang kumuh, maka
kepada masyarakat penghuni semula diberikan prioritas untuk
menghuni rumah susun tersebut dan diberikan kemudahankemudahan
seperti tersebut di atas, sehingga harganya terjangkau
oleh yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 39 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tanah hak milik dan hak guna bangunan dapat
dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan (hipotik).
Sungguhpun dalam praktek perkreditan tanah hak pakai diterima
sebagai jaminan hutang tetapi menurut Undang-undang tersebut tidak
dapat dibebani hak tanggungan (hipotik).
Untuk memantapkan penggunaan tanah hak pakai tersebut sebagai
jaminan untuk memperoleh kredit dalam pasal ini dibuka kemungkinan
untuk membebaninya dengan fidusia.
Penggunaan fidusia adalah sesuai dengan tujuan diciptakannya
lembaga tersebut oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan dalam
ketentuan-ketentuan hukum yang ada.
Walaupun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan lembaga
fidusia dibenarkan dan dikukuhkan oleh yurisprudensi.
Dengan Undang-undang ini maka fidusia yang merupakan lembaga
hukum yang hidup dan dalam kenyataannya diperlukan oleh
masyarakat dikukuhkan menjadi hukum positif.
Dalam pada itu untuk mencegah penyalahgunaannya, pembebanan
fidusia tersebut dibatasi pada hak pakai atas tanah Negara.
Pembebanan fidusia itupun wajib dilakukan dengan akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan kemudian didaftarkan di Kantor Agraria
Kebupaten atau Kotamadya yang bersangkutan.
Dalam pendaftaran tersebut adanya fidusia itu dicatat dalam buku
tanah dan sertifikat hak pakai yang bersangkutan, hingga dapat
diketahui juga oleh semua pihak yang berkepentingan.
Ayat (2)
Untuk meningkatkan kemampuan pembangunan rumah susun kepada
penyelenggara pembangunan perumahan dapat diberikan kredit
kontruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atau tanah beserta
gedung yang masih akan dibangun, yang pagu kreditnya telah
disetujui dapat dibayarkan secara bertahap sebagian denah sebagian
sesuai dengan nilai dan hasil perkembangan pembangunan tersebut.
Pasal 13
Pasal 13 ini memungkinkan pembebanan hipotik atau fidusia untuk
memperoleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR), guna membayar lunas harga
satuan rumah susun yang dibelinya, yang dikembalikan secara angsuran.
Kredit pemilikan rumah tersebut baru dapat diberikan setelah rumah susun
yang bersangkutan selesai dibangun dan telah pula dilakukan pemisahan
dalam satuan-satuan rumah susun yang bersertifikat
Pasal 14
Ayat (1)
Hipotik bersifat mengikuti (accessoir) adanya suatu perjanjian pokok
dalam hal ini perjanjian kredit untuk membangun rumah susun atau
untuk pemilikan satuan rumah susun yang bersangkutan Untuk
pembebanan hipotik atas rumah susun (Pasal 12) atau atas satuan
rumah susun (Pasal 13), maka pemberian hipotik tersebut harus
dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang didalamnya
wajib disebutkan adanya perjanjian kredit yang telah diadakan.
Ayat (2)
Dalam akta pemberian hipotik dapat dimuat janji-janji yang dianggap
perlu dalam rangka melindungi kepentingan kreditur maupun pemberi
hipotik. Janji-janji yang lazim dimuat dalam akta pemberian hipotik
antara lain yang penting adalah :
a. janji yang memberikan kewenangan kepada kreditur
untuk atas kekuasaan sendiri menjual benda yang
dijadikan jaminan bagi pelunasan piutangnya jika terjadi
cidera janji (wanprestatie);
b. janji untuk tidak menyewakan benda yang dijadikan
jaminan selama hutang yang bersangkutan belum dibayar
lunas;
c. janji akan mengasuransikan benda yang dijadikan
jaminan terhadap kebakaran, gempa bumi, dan musibah
lainnya.
Dengan dimuatnya janji-janji tersebut dalam akta pemberian hipotik yang
kemudian didaftarkan pada kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya, maka
apa yang dijanjikan tersebut mempunyai kekuatan berlaku juga terhadap
pihak ketiga.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Menurut hukum, hipotik baru mempunyai kekuatan berlaku terhadap
pihak ketiga setelah dilakukan pendaftarannya pada kantor Agraria
Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan, yaitu dengan
pembuatan buku tanahnya.
Ketentuan dalam ayat (4) pasal ini memberikan kepastian mengenai
tanggal buku tanah tersebut, yang berarti tanggal kelahiran hipotik
yang bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 14 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai kelembagaan hukum baru yang
memungkinkan penyelesaian praktis mengenai pembayaran kembali
kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun secara
bertahap, yaitu sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun
yang bersangkutan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka
ketentuan dalam Pasal 1163 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya disesuaikan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
Ayat (2)
Tiap satuan rumah susun yang terjual akan membebaskan bagian
rumah susun yang bersangkutan dari hipotik atau fidusia yang semula
membebaninya, sebesar nilai hipotik atau fidusia satuan rumah susun
tersebut, yang besarnya dapat diperhitungkan sebagai perbandingan
antara nilai satuan yang bersangkutan terhadap nilai keseluruhan
rumah susun, termasuk benda-bersama dan tanah-bersama.
Selanjutnya rumah susun tersebut hanya dibebani hipotik atau fidusia
pada bagian yang belum terjual untuk menjamin sisa hutang yang
belum dilunasi.
Pasal 17
Ayat (1)
Pada dasarnya eksekusi hipotik atau fidusia harus melalui pelelangan
umum. Karena eksekusi hipotik atau fidusia yang dilakukan dengan
penjualan secara lelang biasanya tidak dapat menghasilkan harga
yang tinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan pemegang hipotik
atau fidusia, eksekusi hipotik atau fidusia yang bersangkutan dapat
dilaksanakan di bawah tangan.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
pihak lain.
Yang berkewajiban menyampaikan pemberitahuan dan mengadakan
pengumuman adalah pihak yang akan menjual, yaitu pemberi
dan/atau pemegang hipotik atau fidusia yang bersangkutan. Pihakpihak
yang berkepentingan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah
para kreditur lain dari pemberi hipotik atau fidusia.
Apabila ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal
pengumuman, maka jangka waktu satu bulan itu dihitung sejak
tanggal paling akhir di antara kedua tanggal tersebut.
Pasal 18
Ayat (1)
Bila rumah susun yang sudah selesai dibangun setelah diadakan
pemeriksaan terbukti sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang
tercantum dalam Surat Izin Mendirikan Bangunan, maka oleh
Pemerintah Daerah dikeluarkan "Izin layak huni" berupa surat
keterangan layak huni, sebagai salah satu syarat untuk penerbitan
sertifikat hak milik atas satuan-satuan rumah susun yang
bersangkutan.
Izin layak huni tersebut diperlukan juga bagi rumah susun yang bukan
untuk hunian.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan,
keamanan, ketenteraman serta ketertiban para penghuni dan pihak
lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau
melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama,
benda-bersama, dan tanah-bersama.
Untuk menjamin ketertiban, kegotongroyongan, dan keselarasan
sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola bagianbersama,
benda-bersama, dan tanah-bersama, maka dibentuk
perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus kepentingan
bersama.
Ayat (2)
Perhimpunan penghuni berdasarkan Undang-undang ini berkedudukan
sebagai badan hukum, yang susunan organisasi, hak dan
kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga. Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan penghuni
dapat mewakili para penghuni atau pemilik satuan rumah susun baik
di dalam maupun di luar pengadilan.
Ayat (3)
Perhimpunan penghuni dibentuk terutama untuk mengatur
penghunian dan pengelolaan rumah susun. Kegiatannya perlu
diserasikan dengan kegiatan kelembagaan RT dan RW yang bergerak
di bidang kemasyarakatan.
Ayat (4)
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas dan wewenang pengelolaan
yang meliputi penggunaan, pemeliharaan, dan perbaikan terhadap
bangunan, bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama.
Untuk pelaksanaannya, perhimpunan penghuni dapat membentuk
badan pengelola apabila jumlah satuan rumah susun masih dalam
batas dapat ditangani sendiri, atau menunjuk badan pengelola yang
profesional sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Badan pengelola
bertanggung jawab kepada perhimpunan penghuni.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Pengawasan yang diselenggarakan oleh Pemerintah antara lain
meliputi :
a. pelaksanaan pengaturan dan pembinaan dalam
pembangunan dan pengembangan rumah susun;
b. penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
dan pemindahan haknya;
c. hal-hal yang bersangkutan dengan penghunian atau
penggunaan dan pengelolaan rumah susun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Undang-undang ini mengatur rumah susun terutama untuk tempat
hunian. Mengingat bahwa dalam kenyataannya ada kebutuhan akan
rumah susun yang bukan untuk hunian yang mendukung fungsi
pemukiman dalam rangka menunjang kehidupan masyarakat, antara
lain misalnya untuk tempat usaha, tempat perbelanjaan, pertokoan,
perkantoran, perindustrian, maka untuk dapat menampung kebutuhan
tersebut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini dinyatakan
berlaku juga terhadap rumah susun bagi keperluan lain dengan
penyesuaian seperlunya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas