Rabu, 30 November 2011

Tropis dulu VS Tropis Sekarang


Apa yang menarik dari 2 gambar diatas???, selain fasad bangunan nya yang tampak mencolok, yang pertama tampak “berusia” dan yang satu tampak lebih “muda” ?

Ada hal yang lebih mendasar yang sebenarnya dapat diperhatikan dari ke-2 bangunan diatas, yaitu arsitektur tropisnya.

Gambar yang pertama merupakan wisma Dharmala.Bila dilihat secara kasat mata saja dapat dilihat betapa arsitektur topis Dharmala begitu terasa, bukaan yang lebar, dan tritisan yang panjang, sehingga tetap memungkinkan cahaya matahari serta udara masuk sebanyak-banyaknya, tanpa harus tampias karena tingginya curah hujan di Indonesia. Dibagian Lobby juga dibuat bukaan sebesar-besarnya, di buat sebuah atrium yang bila dilihat bagian atasnya menyerupai sirip-sirip, sehingga cahaya matahari dan udara bisa keluar masuk secara bebas, hal ini tentunya akan mengurangi pemakaian alat bantu mekanikal seperti AC.

Gambar yang ke – 2 merupakan hotel hilton, pertanyaan yang terbersit adalah, di mana letak “ketropisan” bangunan ini??, bila diperhatikan tak ada tritisan panjang, tak ada bukaan yang lebar yang mampu menghantarkan udara masuk, tak ada lobby yang memiliki bukaan pada bagian atasnya. “Ketropisan” pada bangunan ini (menurt arsiteknya) terletak pada penggunaan material serta pemanfaatan area atap sebagai kolam renang dan teman, yang tentunya akan mendinginkan ruang-ruang yang berada dibawahnya.

Dari ke-2 hal diatas, muncul satu pertanyaan. Apakah standarisasi arsitektur tropis Indonesia sudah mengalami pergeseran???, apakah pemaknaan arsitektur tropis sudah lebih mudah sekarang??, lalu bagaimana merespons iklim “liar” alam Indonesia??, apa hanya sekedar dengan alat bantu mekanik??.
Menurut Budi Pradono, arsitektur tropis “kini” dimaknai dengan kekinian, dengan menjawab fungsi yang ada, tergantung bagaimana sang arsitek memaknainya.

Menurut andra matin, arsitektur kini tidak seharusnya terjebak pada romantisme masa lalu, arsitektur selalu visioner memandang kedepan.

Sebagai penutup dari “grundelan” yang singkat ini, saya ingin mengajuka sebuah pertanyaan yang mungkin juga dapat menjadi sebuah pernyataan, bila setiap arsitek memaknai tropis dengan gayanya masing-masing, tanpa berpedoman pada standarisasi tropis yang telah ada, lalu bagaimana nasib arsitektur tropis Indonesia kedepanya???

Duplikasi seperti kandang...????

Arsitektur Kontemporer Indonesia...????

Jantung Bangunan, Menyeramkan....????

Water Front City, Is It Posible...????